Sejarah

Pesantren Miftahul Ulum atau yang dikenal dengan Pondok Banyuputih merupakan pesantren yang sudah cukup tua di wilayah Kab. Lumajang. Secara legal formal pesantren ini diresmikan pada tahun 1957 M. Menurut beberapa catatan, pesantren ini bermula dari sebuah majlis taklim yang dirintis sejak 77 tahun yang silam tepatnya sekitar tahun 1932 M/1354 H. Pesantren ini dirintis dan didirikan oleh KH. Sirajuddin bin Nasruddin Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.

Berdirinya Pondok Pesantren Miftahul Ulum (PPMU) berawal dari keprihatinan salah seorang alunmi pesantren yang dikenal dengan KH. Zainal Abidin. Kiai yang lebih akrab dengan sebutan Kiai Haral ini adalah seorang tuna netra yang terkenal kaya raya dengan sawah ladangnya yang sangat luas. Keprihatinan tersebut muncul tatkala beliau melihat kondisi, tatanan sosial dan budaya masyarakat desa Banyuputih Kidul, yang sangat jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Budaya amoral, politheisme, tindak kriminal serta berbagai tindak kejahatan telah menyelimuti dan memberi warna kelabu dan suram di desa Banyuputih tahun itu.

Melihat kondisi masyarakat di atas, Kiai Haral yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura, mempunyai keinginan untuk mendirikan majlis taklim dalam rangka membina moral dan akhlak masyarakat sekitar yang sangat jauh dari norma-norma ajaran Islam. Untuk mewujudkan keinginan mulia tersebut, Kiai Haral kemudian meminta bantuan kepada salah satu tokoh agama/ulama yang juga guru beliau sendiri, yaitu Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan, KH. Sirajuddin bin Nasruddin. Hal ini terjadi sekitar tahun 1932 M, 13 tahun sebelum Indonesia Merdeka.

Tahun itu, merupakan momentum historis yang sangat bersejarah bagi perjalanan panjang Pondok Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih Kidul. Moment tersebut dapat dianggap sebagai titik awal (starting point) bagi PPMU dalam menapak mencari dan mengukuhkan eksistensinya hingga dalam bentuk perkembangannya seperti sekarang ini.

Sejak itulah, KH. Sirajuddin memulai membuka babak baru di desa Banyuputih Kidul. Beliau memulai kegiatan dakwahnya dengan melakukan pendekatan-pendekatan dengan beberapa tokoh dan masyarakat sekitar. Dalam menjalankan dakwahnya, Beliau dengan penuh keikhlasan, ketawadluan dan tanpa kenal lelah rela mendatangi satu rumah ke rumah yang lain (door to door) untuk menanamkan nilai-nilai tauhid dan ajaran Islam, sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika memulai dakwah sirran-nya kepada keluarga, sahabat dan orang-orang dekatnya. Baru pada tahun 1940 M, majlis taklim bisa didirikan setelah melakukan akulturasi dengan masyarakat setempat. Majlis taklim ini diawali dengan pemberian pemahaman ajaran Islam sehari-hari (al-a’mal al-yaumiyah). Beberapa tahun kemudian, sekitar 1944 M, KH. Sirajuddin dan Kiai Haral berasil membangun sebuah masjid sebagai sarana ibadah. Fungsi masjid pun kian berkembang, bukan sekedar tempat ibadah tapi juga sebagai sarana pendidikan, tempat memberi mauidzah dan pengajian. Beberapa tahun kemudian diikuti pendirian madrasah diniyah sebagai lembaga pendidikan agama.

Berkat perjuangan Kiai Haral dan KH. Sirajuddin ini, masyarakat kian hari semakin banyak yang bersimpati, bahkan ada yang menetap di pondokan madrasah untuk menimba ilmu agama (tafaqquh fid-din).

Namun karena KH. Sirajuddin tidak bisa menetap di Banyuputih, karena mempunyai tugas dan kewajiban sebagai pengasuh pesantren beliau sendiri, yaitu Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bettet – maka Beliau mengutus Kiai Sufyan, salah satu santri seniornya sebagai guru tugas untuk mengajar para santri dan masyarakat di Banyuputih ini. Beberapa tahun kemudian, setelah menyelesaikan tugasnya, Kiai Sufyan kemudian pulang ke daerahnya di Situbondo Jawa Timur. Setelah itu, Kiai Sufyan diganti dengan guru tugas berikutnya yang juga santri senior KH. Sirajuddin, yang dikenal dengan Kiai Sonhaji.

Di samping tugas mengajar, kedua tokoh tersebut juga mendapatkan tugas khusus dari KH. Sirajuddin bin Nashruddin untuk menjadi pengasuh sementara di Banyuputih karena putra beliau Lora Zuhri bin Sirajuddin yang dipersiapkan untuk menjadi pengasuh, saat itu masih menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Setelah tamat dari Sidogiri. Lora Zuhri kemudian melanjutkan studinya ke Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah di bawah asuhan Syaikh Ismail bin Utsman bin Zain Al-Yamany.

Pada waktu itu, pesantren Banyuputih belum resmi didirikan, karena tidak ada pengasuh yang tinggal menetap. Baru pada tahun 1957, setelah KH. Zuhri menyelesaikan studinya di Makkah Al-Mukarramah dan kembali ke Indonesia, maka Pondok Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih Kidul secara resmi didirikan dengan ditandai piagam resmi dari pemerintah provinsi Jawa Timur dengan nomor statistik: 042350810018.

Sedangkan Kiai Sonhaji setelah menyerahkan kepemimpinan PPMU kepada KH. Zuhri, beliau merintis pendirian Pesantren Baru di Desa Banyuputih Lor yang kemudian dikenal dengan nama Pondok Pesantren “Raudlatul Jadid” yang hingga saat ini tetap eksis.

Dalam beberapa tahun, Pesantren Miftahul Ulum di bawah asuhan KH. Zuhri, semakin berkembang. Jumlah santri semakin banyak dan berdatangan dari berbagai daerah. Tentu saja jumlah santri yang semakin membengkak, membutuhkan pemukiman yang memadai. Dan dengan segala keihklasan, KH. Zuhri merelakan sebagaian tanahnya untuk dihuni para santri.

Pembangunan asrama santri pun terus dilakukan dan dikembangkan. Namun demikian, sarana dan bangunan fisik pondok santri saat itu masih sangat sederhana dan jauh dari kemewahan. Asrama santri hanya berupa gubuk bambu yang dibangun oleh santri sendiri. Konon, ada beberapa santri membangun asrama tembok (seperti asrama saat ini), namun ketika KH. Zuhri - yang terkenal zuhud dan wira’i - mengetahui hal tersebut, Beliau langsung memerintahkan santri-santri tersebut untuk membongkarnya. KH. Zuhri membimbing para santrinya untuk menerapkan hidup sedarhana, zuhud dan tawakkal kepada Allah, menjauhi kemewahan hidup duniawi yang fana ini. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari. Kepemimpinan KH. Zuhri berlangsung sejak tahun 1957 s/d 1982 M.

Setelah wafatnya KH. Zuhri, estafet kepemimpinan PPMU dilanjutkan oleh menantu beliau yaitu KH. M. Thayyib Rafi'i dari Pamekasan. Kepemimpinan KH. M. Thayyib ini berlangsung selama 8 tahun, yaitu dari tahun 1982 s/d 1990 M. Walaupun demikian, banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai oleh KH. Thayyib. Siiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman yang terus berkembang, pembangunan gedung madrasah pun terus dilakukan, asrama santri pun perlahan-lahan mulai dibangun dari tembok dan tidak lagi terbuat dari gubuk bambu.

Tak heran dari kemajuan-kamajuan yang dicapai oleh KH. M. Thayyib ini, PPMU mulai mendapat perhatian dari kalangan pemerintah. Beberapa pejabat penting negara berkunjung ke PPMU sepert, MENAG RI Munawwir Syadzali, Prof. Dr. Emil Salim dll. Pada periode kepemimpinan KH. M. Thayyib inilah, lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan PPMU mulai dikembangkan, tidak hanya meliputi pendidikan diniyah saja, tetapi juga membuka pendidikan formal. dari tingkat Ibtidaiyah/SD sampai tingkat Aliyah/SMA.

Di era kepemimpinan KH. M. Thayyib ini pula, manajemen pesantren mulai dibenahi dan ditata dengan rapi dan professional. Kiprah pesantren mulai dikembangkan di berbagai sektor. Kegiatan tersebut diawali dengan dibentukya sebuah Yayasan yang tidak bergerak di bidang pendidikan saja, tetapi juga bergerak di bidang sosial dan dakwah. Yayasan tersebut kemudian diberi nama Yayasan Sosial, Pendidikan dan Dakwah Islamiyah Miftahul Ulum (YSPDI) dengan akte notaris H. Abdul Wahib Zainal, SH. Nomor : 8/BH/85.

Di bidang sosial, yayasan ini memiliki beberapa unit usaha, seperti koperasi pondok pesantren, Kelompok Bimbingan Ibadah Hanji (KBIH) dan pertanian. Di di bidang dakwah, yayasan memiliki program pembinaan majlis taklim bagi masyarakat sekitar dan pengiriman guru tugas yang diperbantukan di beberapa lembaga pendidikan Islam yang membutuhkan, baik pesantren maupun madrasah yang tersebar di berbagai daerah, jawa dan luar jawa.

Selanjutnya pada tahun 1990 M, KH. M. Thayyib Rafi'i menyerahkan kepemimpinan PPMU kepada RKH. M. Husni, putra bungsu KH. Zuhri bin Sirajuddin. Pada tahun yang sama, KH. Tahyyib juga merintis pendirian Pondok Pesantren Bustanul Ulum yang letaknya tidak jauh dari PPMU, yaitu di Dusun Karang Baru Desa Banyuputih Kidul, sebelah selatan PPMU.

Sedangkan periode yang ketiga adalah periode kepemimpinan KH. M. Husni Zuhri (1990-sekarang).
Berbekal keberhasilan yang diperoleh pada periode sebelumnya dan ditopang oleh semangat yang membaja guna menjadikan PPMU sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang betul-betul berwibawa secara akademik, maka dibawah kepemimpinan KH. M. Husni Zuhri, PPMU terus melakukan langkah-langkah inovatif yaitu dengan melakukan reformasi sistemik dan menata kembali manajemen sistem serta orientasi program studinya. Berbagai sarana penunjang pendidikan pun dibangun, seperti laboratorium bahasa, laboratorium komputer, perpustakaan, ruang workshop, perluasan asrama santri, gedung madrasah baru dan pengembangan kopontren.

Berikut adalah para masyayikh Pondok Pesantren Miftahul Ulum dari sejak berdirinya sampai sekarang:
• KH. Sirajuddin bin Nasruddin (1932-1944 M)
• Kiai Sufyan dan Kiai Sonhaji (1944-1957 M)
• KH. Zuhri bin Sirajuddin (1957-1982 M)
• KH. M. Thayyib Rafi'i (1982-1990 M)
• KH. M. Husni Zuhri (1990-sekarang)

FKM-MU BAKID ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO