Minggu, 19 Desember 2010

Metode Studi al-Qur'an

Makalah Metodologi Studi Islam
Metode Studi Al-Qur’an
Oleh
Fathur Rahman Al-Aziz
Mufarrihul Hazin
Moch. Lutfi Muhsin
A.    Urgensi Metode Studi Al-Qur’an

Apa yang anda dapatkan dari sejarah penafsiran, pengajaran, dakwah, dan nasihat Al-Qur’an? Apakah anda sudah dekat dengan Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai sumber pergerakan dan penerang kehidupan? Dengan kata lain, bagaimanakah kita dapat membangun metodologi pemahaman Al-Qur’an serta menjadikannya sebagai teman berdialog dalam kehidupan sesuai dengan fungsi Al-Qur’an sebagai nash yang kekal sepanjang masa dan rujukan utama umat islam?

Gambaran umat islam terhadap Al-Qur’an membutuhkan studi yang mendalam. Hal ini disebabkan umat islam, setelah abad pertama Hijriyah, banyak menitikberatkan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan bacaan Al-Qur’an, ilmu tajwid, dan terpaku pada hafalan teks-teks Al-Qur’an semata. Mereka tidak begitu mementingkan pada aspek-aspek dialogisnya sehingga mengakibatkan tertinggalnya umat islam dari bangsa-bangsa lain yang non islam, Padahal Allah Swt berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ   (ص:29)
Dimana ayat ini memberi tekanan untuk mengingat, menyimak, dan menganalisis. Dari manakah kita mengambil pelajaran jika kita tidak menghayati makna ayat secara mendalam atau minimal mengerti maksudnya untuk dijadikan tuntunan yang secara prinsip dibutuhkan oleh umat islam secara individual maupun sosial.
Namun kita sepakat bahwa tidak semua orang dapat dengan cepat menguasai dan memahami kalimat-kalimat yang ada dalam Al-Qur’an. Bahkan untuk sebagian orang, kalimat tersebut dirasakan asing. Hal ini disebabkan ungkapan Al-Qur’an memiliki nilai sastra yang sangat tinggi. Dalam memahaminya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan dibutuhkan kesungguhan.


Sebenarnya Al-Qur’an telah dikaji dalam kitab-kitab bahasa arab, namun tidak cukup  bagi umat islam untuk berhenti mengkajinya hanya sampai di situ. Kebanyakan umat islam merasa sudah mempraktikkan kandungan Al-Qur’an secara konsekuen Padahal kenyataannya hanya sebatas pada hukum-hukum bacaan saja, yang bila hal itu tidak dibaca dengan semestinya maka dengan spontan kita katakan salah besar. Mungkin saja hal ini dapat dibenarkan bila dimaksudkan sebagai langkah awal mengenal Al-Qur’an. Sedangkan untuk memahami, menentukan hukum serta penafsiran lebih lanjut tentang kandungan Al-Qur’an, maka masih sulit kita temukan, khususnya di kalangan umat islam saat ini. Ini adalah masalah besar yang tidak boleh kita biarkan begitu saja bila kita tidak menginginkan keterasingan dari agama kita sendiri dan dari keterasingan Al-Qur’an sebagai pedoman agama.

Untuk mencapai pemahaman isi kandungan Al-Quran di butuhkan penjelasan, keterangan yang terpencil, dan penjabaran lebih lanjut yakni tafsir Al-Qur’an. Untuk itu maka tafsir berfungsi untuk memahami dan menggali khazanah atau kekayaan kandungan Al-Qur’an karena fungsi Al-Qur’an bukan hanya sebatas untuk dibaca, tapi juga untuk dipahami dimana untuk memahaminya diperlukan beberapa metode yang akan disebutkan di Sub tema berikutnya.



B.     Pengembangan Metodologi Dan Aplikasinya Dalam Memahami Al-Qur’an


Bentuk penafsiran Al-Qur’an secara garis besar dibagi dua bagian, yaitu;

1.      Tafsir bir Riwayah

Yaitu penafsiran ayat dengan ayat atau penafsiran ayat dengan hadis Nabi Muhammad. Tafsir ini perkembangannya ada dua periode, yaitu:

·         Periode lisan, pada periode ini para sahabat mengambil penafsiran dari Rasulullah atau dari sahabat yang dapat dipercaya dan memperhatikan jalur periwatannya.

·         Periode tadwin (penulisan), pada periode ini tafsir bir riwayah proses penukilannya dicatat dan dikodifikasikan.
Tafsir bir riwayah ini dibagi menjadi tiga, yaitu
  1.   Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an 

  2. Penafsiran Al-Qur’an dengan hadis 

  3. Penafsiran Al-Qur’an dengan ucapan sahabat


2.      Tafsir bir Ra’yi

Yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan menggunakan penalaran atau ijtihad yang dibangun atas dasar-dasar  yang benar,kaedah  yang lurus yang harus di pergunakan oleh setiap orang yang hendak menafsirkan Al-Qur’an.

3.      Tafsir bil Isyari

            Dalam tafsir bil Isyari seorang mufassir dapat melihat makna lain selain makna dlahir yang terkandung oleh ayat Al-Qur’an, namun makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang yang dibukakan hatinya oleh Allah.

            Jika ditelusuri perkembangan tafsir Al-Qur’an sejak dahulu sampai sekarang, maka dapat ditemukan bahwa penafsiran Al-Qur’an secara garis besar melalui empat macam metode, yaitu;
  •  Metode Tahlily


Yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Cara penafsiran dalam Tafsir Jalalain karangan al-Suyuthi dan al-Mahalli dapat dijadikan sebagai contoh untuk memahami tafsir dengan cara tahlily ini.
  • Metode Ijmali


Yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global namun dalam prakteknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily karena itu sering kali metode ini tidak di bahas secara tersendiri. Misalnya tafsir al-Wasith Lisayyid Thanthawi.
  • Metode Muqarin


Yaitu metode tafsir yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat al-Qur’an yang satu dengan lainnya yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama atau membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Qur’an, Contoh yang terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 10


وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (آل عمران :126)

Dua ayat tersebut redaksinya kelihatan mirip, bahkan sama-sama menjelaskan pertolongan Allah kepada kaum muslimin ketika melawan musuh-musuhnya namun berbeda pada hal-hal sbb. Surat al-Anfal (1) mendahulukan kataبه  dari pada  قلوبكم(2) memakai kata  ان(3) berbicara mengenai perang badar. Surat Ali Imran: (1) memakai kata لكم (2)  berbicara tentang perang uhud
  • Metode Maudlu’iy


Menurut Quraish Shihab metode maudlu’iy mempunya dua pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema sentralnya, serta menghubungkan persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak  terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat dan yang sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan-urutannya, kemudian menjelaskan  pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut guna menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.
Kesimpulan


Fungsi tafsir dalam kerangka memahami dan menggali khazanah atau kekayaan kandungan Al-Qur’an itu adalah kunci. Tanpa kunci tidak mungkin memasuki pintu yang tertutup rapat, apalagi untuk mengetahui dan memperoleh segala yang tersimpan dibalik pintu itu.

Faedah mempelajari tafsir, yaitu mengetahui petunjuk Allah yang tersimpan dalam Al-Qur’an, baik yang menyangkut akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak demi tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka

Abuddin Nata. 2003. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo persada

Yatimin Abdullah.2006. Studi Islam Komtemporer. Jakarta: AMZAH
Muhammad Al-Ghazali. 1999. Berdialog Dengan Al-Qur'an. Bandung: Mizan

Sabtu, 18 Desember 2010

Pengertian Belajar Menurut Berbagai Ahli

A.  PENDAHULUAN

Sejauh ini kita telah melakukan suatu kegiatan yang sering kita sebut dengan belajar dan mengajar atau pengajaran, namun masih banyak orang yang menafsirkan salah tentang makna hakikat dari belajar dan mengajar atau pengajaran itu sendiri. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap siswa, guru atau siapapun memahami sebaik-baiknya tentang hakikat belajar dan mengajar atau pengajaran.
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Di samping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis.

Sejarah Dan Ajaran Abu Yazid al-Bustami Dan Syekh Abd Qadir al-jailani

Sejarah dan Ajaran Abu Yazid al-Bustami dan Syekh Abd Qadir al-jailani
oleh:
Fathur Rahman Al Aziz
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah perkembangan tasawuf, Abu Yazid al-Bustami disebut sebagai sufi pertama yang membawa faham ittihad dalam arti seorang telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, karena kesadarannya telah lebur bersatu dengan eksistensi Tuhan. Munculnya faham ini telah menimbulkan sikap dan pandangan pro-kontra di kalangan ulama.
Tulisan ini berupaya mengkaji ulang persoalan di atas dalam sudut pandang pemahaman dunia tasawuf. Dunia tasawuf adalah dunia rasa yang sarat dengan pengalaman spiritual yang seringkali berada di luar lingkungan rasional.

Batasan Darurat

Ditulis Oleh:
Fathur Rahman Al-Aziz

I. PENDAHULUAN

Ilmu Kaidah Fikih pada awalnya merupakan bagian dari ilmu Ushul Fiqih, namun pada akhirnya Ilmu Kaidah Fikih ini menjadi ilmu yang independent. Perkembangan ilmu ini sangat pesat sekali, seiring dengan bertambahnya permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan yang menimbulkan kaidah fikih mengalami pengembangan. Namun dari sekian banyaknya kaidah fikih ini, ternyata tidak semuanya disepakati karena tidak semua kaidah bersumber dari al-Qur’an atau hadis akan tetapi ada juga yang bersumber dari ijtihad seseorang.
Di samping itu, ada juga kaidah yang merupakan cabang dari kaidah lain seperti yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف dan الضرر يدفع بقدر الإمكان yang Kedua kaidah ini merupakan cabang dari kaidah الضرر يزال. Mengenai arti yang lebih mendalam dari dua kaidah ini akan dijelaskan pada pembahasan dalam makalah ini.

Konsekuensi Tauhid Dalam Kehidupan

Ditulis Oleh:
Fathur Rahman Al Aziz
 
Perbedaan agama islam dengan agama-agama lain adalah terletak pada monoteisme atau tauhid yang murni. Dan inilah yang melebihkan agama islam di atas agama-agama lain dari segi ajarannya. Agama yahudi tadinya juga agama monoteistik, tetapi –pada perkembangan selanjutnya- kitab-kitabnya sudah diselewengkan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab sehingga kaum yahudi mengatakan bahwa Uzair adalah anak Allah yang mana hal ini merupakan distorsi yang luar biasa dalam tauhid.

FKM-MU BAKID ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO